Lahirnya Strukturalisme sebagai Penyanggah Eksistensialisme

        Perdebatan mengenai strukturalisme dan eksistensialisme tentunya sudah terjadi sangat lama, yakni dimulai pada abad ke-20. Peristiwa tersebut, dimulai ketika Claude Lévi-Strauss, seorang antropolog dan salah satu ilmuwan sosial asal Prancis yang mempopulerkan pemikiran tentang strukturalisme, dimana Ia mempunyai pandangan bahwa pada saat itu para ahli tidak pernah mempertimbangkan peranan bahasa yang sebenarnya memiliki kedekatan dengan kebudayaan manusia itu sendiri.


Dalam buku yang berjudul Trites Tropique 1955 Claude Lévi-Strauss menyampaikan bahwa penelaahan budaya perlu dilakukan dengan model linguistic. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pemikiran Claude Lévi-Strauss tentang teori pemikiran berfokus kepada bahasa dan budaya. Claude Lévi-Strauss juga memberikan kritik kepada kaum eksistensialis, terutama kepada Jean-Paul Sartre, yang dimana Jean-Paul Sartre terkenal dengan mempopulerkan pemikiran tentang eksistensialisme. Adapun anggapan dari para kaum eksistensialis yang menganggap bahwa, manusia adalah subjek yang otonom dan mampu memberikan makna pada dirinya sendiri. Sedangkan, menurut pemikiran dan pandangan Claude Lévi-Strauss yang kemudian menjadi ciri dari pemikiran strukturalis manusia tidak seotonom yang dibayangkan oleh kaum eksistensialis, Claude lévi-Strauss juga mengatakan memang manusia selalu bertindak sadar dan membuat pilihan-pilihan dalam kebebasan total, tetapi ada juga “Struktur” yang tanpa disadari menentukan pilihan individu tersebut.

Claude Lévi-Strauss tidak hanya berbeda pandangan dengan Jean-Paul Sartre tetapi, Ia juga mempunyai pandangan berbeda dengan ahli filsafat Jerman dan juga salah satu tokoh yang mempopulerkan eksistensialisme, yaitu Martin Heidegger. Lévi-Strauss memiliki pandangan bahwa kekerabatan juga termasuk kedalam sistem komunikasi. Sebagaimana bahasa, kekerabatan juga terdapat aturan-aturan yang tidak disadari, ketidaksadaran ini menjadi sebuah unsur yang menandai keberadaan manusia, hubungan antar manusia berada di dalam sistem yang tidak disadarinya. Pandangan ini berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Martin Heidegger, Martin Heidegger berpandangan bahwa manusia harus memiliki tanggung jawab untuk membentuk hidupnya sendiri, manusia memiliki keputusan sendiri, manusia bukan “massal” atau diombang-ambingkan arus mode dan kecenderungan sosial. Agar tidak menjadi manusia “massal” maka, dibutuhkan kesadaran penuh tentang lingkungannya yang menurut para strukturalis mustahil untuk disadari secara penuh.


Adapun alasan utama terciptanya pemikiran strukturalisme, adalah ketidakpuasan Claude Lévi-Strauss terhadap pemikiran eksistensialisme dan fenomenologi. Menurut Claude Lévi-Strauss, para ahli saat itu tidak pernah mempertimbangkan peranan bahasa, padahal sebenarnya bahasa memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan manusia, serta Ia juga mengatakan bahwa dalam mengkaji budaya perlu dilakukan dengan adanya pendekatan linguistik.

Menurut Claude Lévi-Strauss terciptanya pemikiran strukturalisme yaitu karena pemikiran strukturalisme sangat dibutuhkan oleh manusia bahkan dalam era modern seperti sekarang ini, pemikiran strukturalisme sangat bermanfaat dalam mengkaji budaya karena dengan pemikiran strukturalisme kita sebagai manusia dapat lebih mudah mengkaji sebuah budaya di suatu wilayah, serta dengan menggunakan pemikiran strukturalisme yang dicetuskan oleh Claude Lévi-Strauss maka, akan lebih mudah dalam mengkaji sebuah budaya menggunakan pendekatan linguistik karena pendekatan linguistik lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Implementasi strukturalisme memiliki banyak manfaat dalam bidang penelitian, bahkan untuk kehidupan dimasa sekarang ini, pengimplementasian strukturalisme sering digunakan untuk penelitian-penelitian sebagai contoh pengimplementasian strukturalisme dalam era modern biasanya, para peneliti yang ingin mengetahui struktur budaya masyarakat yang tinggal di wilayah A dengan masyarakat yang tinggal wilayah B. Masyarakat yang tinggal wilayah A mayoritas memiliki budaya dalam mengungkapkan perasaan lebih apa adanya dan tidak suka basa basi. dalam mengungkapkan perasaan mereka cenderung memiliki tutur kata dan bahasa yang lebih keras dalam mengungkapkan apa yang mereka rasakan.

Berbanding terbalik dengan masyarakat wilayah B, yang dimana masyarakatnya memiliki budaya lemah lembut dalam bertutur kata dan bahasa lebih pelan dalam mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Masyarakat wilayah B lebih banyak berbasa-basi dalam mengungkapkan perasaan yang mereka rasakan karena, secara tidak sadar kedua wilayah ini sudah hidup dengan struktur yang sudah lama berkembang di lingkungan masyarakat itu sendiri.

Tentu, sebagai masyarakat awam pastinya kita menilai adanya perbedaan sikap dan bahasa kedua wilayah tersebut. Namun, menurut para peneliti yang menggunakan strukturalisme dalam penelitianya, mereka menemukan adanya sebuah struktur yang sama di dalam budaya. Dengan memahami struktur dalam sebuah budaya, para peneliti akan memahami sebuah keuniversalan dalam budaya tersebut. Strukturalisme membantu dalam memetakan pola perilaku manusia dalam budaya. Kejadian antara masyarakat A dan masyarakat B ini seperti yang sudah di ungkapkan oleh Claude Lévi-Strauss, bahwa manusia tidak seotonom itu dalam menjalankan hidupnya, pastinya mereka hidup dengan struktur yang sudah ada, baik mereka menyadarinya maupun tidak menyadarinya.

Strukturalisme dapat dikatakan sebagai penyangga eksistensialisme karena, dengan berkembangnya teori strukturalisme membuat masyarakat yang awalnya berpikiran bahwa pemikiran eksistensialisme adalah pemikiran yang terbaik, akan sedikit berubah dengan adanya pemikiran strukturalisme, karena strukturalisme lahir dengan pemikiran-pemikiran yang mudah dipahami oleh akal manusia. Oleh karena itu, pemikiran strukturalisme dapat berkembang dengan cepat dan membuat pemikiran-pemikiran lainnya seperti eksistensialisme mulai dilupakan. Pemikiran eksistensialisme dianggap tidak terlalu relevan dengan kehidupan masyarakat pada saat itu, oleh karenanya pemikiran strukturalisme yang dianggap relevan dengan kehidupan masyarakat, berkembang dengan pesat bukan hanya di kalangan masyarakat biasa, para peneliti juga dapat menerima pemahaman strukturalisme tersebut.  

Penulis    : Irfan Sanjaya

Editor      : Tim Half-Blood French

Sumber :

Note, Rydha.“Teori Strukturalisme Levi-Strauss” 2 November 2013, https://seemart.wordpress.com/2008/05/30/mencari-manusia-autentikdari-heidegger-ke-levi-strauss/, diakses pada 8 Desember 2022

Herdiawan, Junanto. "Mengenang Levi-Strauss di Tengah Masalah Bangsa " 8 November 2009, https://www.kompasiana.com/junantoherdiawan/54ff0585a33311430e50f8c1/mengenang-levi-strauss-di-tengah-masalah-bangsa,  diakses pada 7 Desember 2022

Ndiek. "Mencari Manusia Autentik, dari Heidegger ke Levi-Strauss" 30 Mei 2008, https://seemart.wordpress.com/2008/05/30/mencari-manusia-autentikdari-heidegger-ke-levi-strauss/, diakses pada 5 Desember 2022

Commentaires

Enregistrer un commentaire

Posts les plus consultés de ce blog

Écriture Féminine dan Pengaruhnya di Prancis

Pemaknaan Aliran Absurdisme dalam Buku L’Étranger karya Albert Camus